Sabtu, 12 Mei 2012

Ilmu Yang Menangis


I
lmu yang menangis? Apakah ini hanya ungkapan yang biasa ataukah sesuatu yang perlu kita renungi lebih mendalam?. Pernahkah terpikir ketika anda berada di tempat yang menurut anda orang-orangnya berperilaku menyimpang baik itu dari segi agama ataupun norma masyarakat, apa yang akan anda lakukan?. Apabila dalam diri anda sudah tertanam rasa tanggung jawab serta solidaritas terhadap sesama maka anda pasti akan berontak, minimal melakukan pemberontakan tersebut dengan hati. Banyak berita-berita yang mengabarkan tindakan orang-orang yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan mereka yang tinggi. Sebagai contoh, banyak pemberitaan yang ditayangkan di televisi tentang tindak korupsi dengan pelakunya adalah seorang pejabat yang yang berpengaruh dalam masyarakat luas, padahal seharusnya dia menjadi suri tauladan ataupun panutan bagi rakyat, tapi yang terjadi malah sebaliknya, mereka rela menginjak hak masyarakat demi mementingkan nafsu hedonis mereka yang jauh sekali dari sifat dan sikap di mana orang yang mendapatkan pendidikan yang tinggi, yang belajar moral, dan sebgai seorang penanggung amanah, tapi kita bisa berlapang dada sekarang karena pihak KPK telah banyak menangkap koruptor-koruptor di negeri kita tercinta ini, namun apakah itu cukup? Jawabannya “tidak”. Kita melihat bahwa selama ini proses pengadilan terkesan menangguhkan dan menunda-nunda pencarian bukti yang telah jelas, lalu masalahnya apa? Ternyata kaum hedonismepun ikut bertambah dari pihak aparat serta pengadilan yang harusnya membela kaum yang lemah malah ikut-ikutan melindungi dngan alasan masih dalam penyelidikan dan pencarian bukti-bukti yang tersisa. Ini tragis, tidakkah kita merasa bahwa dunia sudah mulai porak poranda dengan adanya amanah yang tak terjalankn ini.
            Lain hal sosial lain lagi masalah agama, khususnya mereka yang belajar di tempat  berbasikkan Islam, secara teori mereka menjunjung tinggi nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, tapi alangkah memprihatinkannya jika kita melihat realita yang ada, berbaju muslim dan muslimah senantiasa berbaur dengan lawan jenis mereka tanpa ada kepentingan yang jelas, mereka hanya bercanda yang tak karuan, tidak mendatangkan hasil dan hanya membuang waktu saja, apa mereka tidak sadar bahwa mereka itu telah melakukan ikhtilath? Dalam ajaran Islam itu sendiri mereka tidak memperbolehkan ikhtilath yaitu lawan jenis yang berkumpul tanpa adanya kepentingan. Bahkan di antara mereka yang mengaku telah banyak mempelajari dan memperdalam tentang agama tega menodai agamanya sendiri dengan tindakan amoral, kita sebut saja “MBA” alias married by accident istilah yang sudah lumrah didengar di telinga kita, betapa menyedihkannya keadaan yang demikian ini, apa mereka lupa dengan kalimat ini “dan janganlah kamu mendekati zina, (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk”. ( QS. Al-isra :32). Namun nampaknya kalimat itu mereka anggap hanya sebagai formalitas belaka tanpa adanya kesadaran untuk berusaha mengaplikasikannya dalam kehidupan mereka.
            Dari semua realita-realita yang telah dikemukakan di atas, jelaslah sudah mereka tidak ingin menyadari apa sebenarnya hakikat dari ilmu yang mereka peroleh, ke mana harusnya mereka pergunakan, secara cover mereka terlihat begitu luar biasa dan berwibawa, pintar, cerdas, tapi mereka tidak sadar telah dibodohi oleh hawa nafsu. Jauh di dasar sana ilmu yang mereka pelajari terus menagih hak mereka, mungkin terdengar lucu, masa ilmu mempunyai hak, tentu saja, hak mereka adalah di amalkan. Bagaimana dengan pepatah ini? Seperti rumah  tanpa atap”, jelaslah sia-sia, apa orang-orang itu ingin  membiarkan ilmunya menjadi kering kerontang, seperti kacang lupa pada kulitnya, padahal yang menjadikan mereka orang yang berkedudukan dan pandai adalah ilmu itu sendiri, tapi mereka melupakan hakikat mempelajari ilmu tersebut yaitu untuk menggunakannya ke dalam kebaikan.
            Apakah kita ingin menjadi seperti mereka, tentunya katakan dengan tegas “TIDAK……!!!”. Jangan biarkan ilmu yang kita pelajari menangis, terlantar sia-sia, terlalu banyak jasa yang kita pergunakan dari dia, kita banyak mempunyai hutang jasa, dia telah membesarkan nama kita, dan membuat kita menjadi orang yang berakal, maka dari itu kita wajib memberikan hak mereka yaitu menampilkan mereka kedepan khalayak dengan cara mengamalkannya, semua ilmu itu benar, tidak ada istilah ilmu yang salah, tapi yang salah hanyalah penggunaanya, ilmu ibarat bayi yang suci, bersih, tapi terkadang pihak lainlah yang membuatnya kotor dan jelek, jadi amalkanlah ilmu secara benar.
            Di samping itu kita juga telah mengetahui orang yang berilmu serta mengamalkannya itu akan diangkat derajatnya ke tingkatan yang sangat tinggi. Sekarang pilihan di tangan kita semua, malulah kita dengan ilmu yang sudah bersedia menghampiri kita dan melekat dalam otak kita tapi kita membiarkannya tak berguna dan mengurungnya dalam ruangan yang tertutup dalam pikiran kita. Saya yakin anda semua adalah makhluk rasionalis yang berpikir jadi anda sudah bisa menentukan dan mengambil keputusan yang tepat. Kebimbangan yang ada hanyalah nafsu yang ingin ikut campur sedangkan nafsu hanya bisa tunduk oleh akal, jadi pergunakanlah akal sehat kita dengan baik.(Rusmini)